Sunday, July 31, 2011

Rumah Masa Depan


النفس تبكي على الدنيا وقد علمت…أن السلامة فيها ترك ما فيها

(Sungguh aneh) jika jiwa menangis karena perkara dunia (yang terluput) padahal jiwa tersebut mengetahui bahwa keselamatan adalah dengan meninggalkan dunia

لا دار للمرء بعد الموت يسكنها…إلا التي كان قبل الموت يبنيها

Tidak ada rumah bagi seseorang untuk ditempati setelah kematian, kecuali rumah yang ia bangun sebelum matinya

فإن بناها بخير طاب مسكنه…وإن بناها بشر خاب بانيها

Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula

أموالنا لذوي الميراث نجمعها…ودورنا لخراب الدهر نبنيها

Harta kita yang kita kumpulkan adalah milik ahli waris kita, dan rumah-rumah (batu) yang kita bangun akan rusak dimakan waktu

كم من مدائن في الآفاق قد بنيت…أمست خرابا وأفنى الموت أهليها

Betapa banyak kota (megah) di penjuru dunia telah dibangun, namun akhirnya rusak dan runtuh, dan kematian telah menyirnakan para penghuninya

أين الملوك التي كانت مسلطنة…حتى سقاها بكأس الموت ساقيها

Di manakah para raja dan pimpinan yang dahulu berkuasa? Agar mereka bisa meneguk cangkir kematian

لا تركنن إلى الدنيا فالموت…لا شك يفنينا ويفنيها

Janganlah engkau condong kepada dunia, karena tidak diragukan lagi bahwa kematian pasti akan membuat dunia sirna dan membuat kita pun fana

واعمل لدار غدا رضوان خازنها…والجار أحمد والرحمن بانيها

Hendaknya engkau beramal untuk rumah masa depan yang isinya adalah keridoan Allah, dan tetanggamu adalah Nabi Muhammad serta yang membangunnya adalah Ar-Rohman (Allah yang maha penyayang)

قصورها ذهب والمسك طينتها…والزعفران حشيش نابت فيها

Bangunannya terbuat dari emas, dan tanahnya menghembuskan harumnya misik serta za’faron adalah rerumputan yang tumbuh di tanah tersebut

أنهارها لبن مصفى ومن عسل…والخمر يجري رحيقا في مجاريها

Sungai-sungainya adalah air susu yang murni jernih, madu dan khomr, yang mengalir dengan bau yang semerbak

والطير تشدو على الأغصان عاكفة…تسبح الله جهرا فى مغانيها

Burung-burung berkicau di atas ranting dan dahan di atas pohon-pohon yang ada di surga
Mereka bertasbih memuji Allah dalam kicauan mereka

فمن يشتري الدار في الفردوس يعمرها…بركعة في ظلام الليل يحييها

Siapa yang hendak membangun surga firdaus maka hendaknya ia memenuhinya dengan sholat di dalam kegelapan malam

Penulis: Ustadz Firanda Andirja, MA

sumber : www.Firanda.com/

Wednesday, July 13, 2011

Hukum Membunuh Semut Rumah

Pertanyaan, “Apa hukum membunuh semut yang suka menggigit meski ketika itu sedang tidak menggigit? Demikian pula, apa hukum membunuh binatang-binatang kecil lain yang biasa ada di rumah atau pun tempat yang lain meski tidak mengganggu?”

Jawaban Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al Ubaikan, “Perhatikan, tidak boleh membunuh hewan kecuali yang mengganggu. Sedangkan hewan yang tidak mengganggu itu tidak boleh dibunuh. Bentuk gangguan hewan kepada manusia itu beragam bentuknya. Diantara bentuk gangguan hewan adalah keberadaannya di dalam rumah, atau di tempat-tempat yang biasa diduduki oleh orang. Kondisi ini terhitung gangguan. Tidak ada seorang pun yang ingin rumahnya dipenuhi oleh berbagai macam hewan kecil-kecil. Sehingga hewan-hewan yang ada di rumah itu boleh diusir atau pun dibunuhi. Sekali lagi, hukumnya adalah tidak mengapa, insya Allah”.

Wallahu ta'ala a'lam bish-showab.

Artikel : www.ustadzaris.com/

Tuesday, July 12, 2011

Apa yang Telah Kau Perbuat dengan Ilmumu?

Seorang hamba akan ditanya tentang ilmunya, apa yang dikerjakan dengan ilmu tersebut…

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia kelak pada hari kiamat akan ditanya tentang ilmu yang dia peroleh, apa yang telah ia lakukan dengan ilmu tersebut? Sebagaimana hadits dari Abi Barzah al-Aslami rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah bergesar kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga dia ditanya tentang empat hal –dan disebutkan di antaranya- tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut.” (HR Tirmidzi: 2417)

Diriwatakan dari Abi Darda’ rodhiyallohu anhu, beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya yang sangat saya takutkan pada hari kiamat adalah tatkala Robbku memanggilku, kemudian berkata, ‘Wahai Uwaimir! Apa yang kamu kerjakan dari hal-hal yang kamu ketahui?’

Ini merupakan perkara yang besar, keadaan yang sangat mengkhwatirkan, setiap dari ilmu yang diperoleh seorang hamba kelak hari kiamat akan ditanya: apa yang kamu kerjakan dari hal-hal yang kamu ketahui? Karena maksud dari ilmu adalah amal, sebab itu setiap manusia akan ditanya tentang ilmunya yang telah ia pelajari.

Salah seorang dari kalangan ulama salaf datang dan berkata, “Seandainya aku bisa selamat dari ilmuku –yang dimaksud ilmu yang telah ia pelajari- itu sudah cukup bagiku, meski aku tidak mendapatkan apa-apa.”

Ini menunjukkan akan tingginya kewaro’an para ulama salaf -rohimahumulloh- dan tingginya ketakutan mereka yang disertai keinginan akan kebaikan dari ilmu dan amal mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hasan al-Basri rohimahulloh, ”Sesungguhnya seorang mukmin terkumpul dalam dirinya antara berbuat baik dan rasa takut, dan orang munafik dalam dirinya antara kejelekan dan angan-angan.” Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abdulloh bin Abi Mulaikah rohimahulloh, ”Aku mendapati 30 orang lebih dari kalangan para sahabat mereka semua takut nifak ada dalam diri mereka.”

Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan dalam diri mereka dua keadaan yang sangat agung: keadaan kebaikan dalam beramal dan kesungguhan dalam ketaatan, dan dalam satu waktu: rasa ketakutan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan amal perbuatan itu tidak diterima:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (QS al-Mukminun: 60)

Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata, “Aku bertanya kepada Rosululloh tentang ayat ini, kemudian aku berkata, ‘Apakah mereka orang-orang yang minum-minuman keras, berzina, dan mencuri?’ Nabishallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak wahai anak as-Siddiq –Abu Bakar as-Siddiq-, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, sholat, bershodaqoh, dan mereka takut amal perbuatan itu tidak diterima oleh Allah, merekalah orang-orang yang bersegera dalam berbuat kebaikan.‘”

Dan firman Alloh Azza wa Jalla:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitulloh bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), (QS al-Baqoroh: 127)

Tatkala Wuhaib bin al-Warod rohimahulloh membaca ayat ini, ia pun menangis, seraya berkata, “Wahai kekasih Alloh kholilurrohman! Engkau meninggikan dasar-dasar bangunan rumah Alloh –baitu ar-Rohman- dan engkau merasa hina, takut amalanmu itu tidak diterima.”

(Disadur dari kitab Prof. DR Syaikh Abdurrozzaq al-Badr (hafidhohulloh) dengan judul Tsamrotu al-’Ilmi wa al-’Amal oleh Maryono, S.Th.I)

sumber : //www.majalahislami.com/

Monday, July 11, 2011

Adakah Sholat Taubat...


PERTANYAAN :

Saya baca dalam kitab Tafsîr al-Qur’ânil ‘Azhîm karya Ibnu Katsîr rahimahullâh dalam riwayat shahabat Ali radhiyallâhu'anhu, taubat itu dianjurkan agar diiringi dengan shalat dua raka’at, sedangkan dalam kitab Riyâdhus Shâlihîn tentang shalat taubat tidak ada keterangan bahwa taubat itu diikuti dengan shalat taubat.

Mohon penjelasannya !

Ashar, Pagaralam, Sumsel ( 08136862xxxx)

JAWABAN :

Untuk bertaubat dianjurkan shalat dua raka’at berdasarkan hadits:

hadits
hadits

Dari ‘Ali radhiyallâhu'anhu, dia berkata,
“Aku adalah seorang lelaki,
jika aku telah mendengar sebuah hadits dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam,
Allâh Ta'âla memberiku manfaat yang Dia kehendaki dengan perantara hadîts itu.
Jika ada salah seorang sahabat Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam
yang menyampaikan sebuah hadits kepadaku,
maka aku akan memintanya bersumpah
(bahwa dia benar-benar telah mendengar dari Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam -red).
Jika dia telah bersumpah kepadaku, maka aku mempercayainya.
Dan sesungguhnya Abu Bakar telah memberitakan sebuah hadits kepadaku,
dan Abu Bakar telah berkata jujur, dia berkata,
“Aku telah mendengar Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada seseorang pun yang melakukan dosa,
lalu dia berdiri kemudian bersuci lalu menunaikan shalat,
setelah itu memohon ampun kepada Allâh,
kecuali Allâh pasti akan mengampuninya.”
Kemudian beliau membaca ayat ini (yang maknanya-red),
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allâh,
lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allâh ?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.”
(Qs. Ali Imrân/3: 135) [1]


Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam Abu Dâwud rahimahullâh dengan lafazh :

hadits
hadits

Tidak ada seorang hamba pun yang melakukan dosa,
lalu dia bersuci dengan baik selanjutnya berdiri lalu melakukan shalat dua raka’at,
kemudian memohon ampun kepada Allâh,
kecuali Allâh pasti akan mengampuninya.
Kemudian beliau shallallâhu 'alaihi wasallam membaca ayat (yang artinya),
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allâh…”,
sampai akhir ayat.[2]


Oleh karena itu imam Ibnu Katsîr rahimahullâh mengatakan, “Dianjurkan wudhu’ serta shalat dua raka’at pada waktu taubat”. Kemudian beliau menyebutkan hadits-hadits tentang masalah ini. [3]

Terkait dengan penyataan penanya bahwa dalam kitab Riyâdhus Shâlihîn tidak ada keterangan bahwa taubat itu harus diikuti shalat taubat. Tidak adanya keterangan tentang hal itu bukan berarti shalat dua raka’at ketika taubat itu tidak ada, karena tidak semua tuntunan agama mesti termaktub dalam kitab Riyâdhus Shâlihîn, atau kitab yang lain. Suatu amalan jika ada dalilnya dari ayat al-Qur’an dan hadits yang shahih maka bisa di amalkan, walaupun tidak disebutkan dalam suatu kitab tertentu. Wallâhu a’lam.

[1]HR. Tirmidzi. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albâni dalam Misykâtul Mashâbîh, 1/295, no. 1324.
[2]HR. Abu Dâwud. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albâni dalam Shahîhut Targhîb, 2/125, no. 1621, Bab : Anjuran shalat taubat
[3]Tafsir al-Qur’ânil Azhîm karya Ibnu Katsîr, Surat Ali Imrân/3:135.

Sumber : Majalah As-sunnah, ed. 01/thn XIV