Monday, March 15, 2010

Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Ibadah

Perlu diketahui bahwa mutaba'ah (mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari'at dalam enam perkara.

Pertama : Sebab.

Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima (ditolak). Contoh : Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi'raj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid'ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini -yaitu : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam sebab - adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid'ah.

Kedua : Jenis.

Artinya : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh : Seorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari'at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi dan kambing.

Ketiga : Kadar (Bilangan).

Kalau seseorang yang menambah bilangan raka'at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at dalam jumlah bilangan rakaatnya. Jadi, apabila ada orang shalat zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah.

Keempat : Kaifiyah (Cara).

Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari'at.

Kelima : Waktu.

Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam.

Saya pernah mendengar bahwa ada orang bertaqarub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid'ah, karena tidak ada sembelihan yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji dan akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan i'tikad mendapat pahala atas sembelihan tersebut sebagaimana dalam Idul Adha adalah bid'ah. Kalau menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja.

Keenam : Tempat.

Andaikata ada orang beri'tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i'tikafnya. Sebab tempat i'tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata ada seorang wanita hendak beri'tikaf di dalam mushalla di rumahnya, maka tidak sah i'tikafnya, karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syari'at, Contoh lainnya : Seseorang yang melakukan thawaf di luar Masjid Haram dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, tahawafnya tidak sah, karena tempat melakukan thawaf adalah dalam Baitullah tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf". [Al-Hajj : 26].

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa ibadah seseorang tidak termasuk amal shaleh kecuali apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

Pertama : Ikhlas
Kedua : Mutaba'ah.

Dan Mutaba'ah tidak akan tercapai kecuali dengan enam perkara yang telah diuraikan tadi.

Wallahu Ta'ala a'lam

[Disalin dari buku Al-Ibdaa' fi Kamaalisy Syar'i wa Khatharil Ibtidaa' edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor - Jabar]

sumber : http://www.almanhaj.or.id/




Sunday, March 14, 2010

Solusi Terorisme Menurut Pandangan Islam

Oleh
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly

Sesungguhnya solusi atau penyembuhan terhadap penyakit ini bahkan untuk membentengi diri darinya adalah nasehat Islam yang lurus yang tiada melakukan dengan baik akan nasehat itu kecuali ulama Salaf Ar-Rabbani yang mana mereka telah menyampaikan nasehat dan bimbingannya kepada manusia dan memperingatkan serta menunjuki mereka kepada jalannya para nabi dan rasul yang mulia, yang Allah telah utus mereka sebagai penyeru dan pengajar kebaikan bagi manusia. Jalan itu adalah wahyu ilahi yang dengannya tersucikan hati dari penyakit-penyakitnya dan tenanglah jiwa dari kebingungannya dan kegoncangan, kecuali orang yang memang dikusai oleh nafsu angkara murka dan telah ditetapkan di dalam Lauhul Mahfudz sebagai orang yang sesat. Sesungguhnya hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” [Al-Qashash : 56]


Dan kapanpun peringatan dan buku-buku tidak membawa manfaat maka Allah akan menjadikan pedang kebenaran yang bermanfaat bagi orangnya yang telah Allah letakkan di tangan penguasa muslim di muka bumi ini, sebagaimana terdapat dalam riwayat hadits yang panjang diantaranya sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Hendaklah kamu ambil di atas tangan orang yang jelek dan hendaklah kamu berdiam di atas al-haq dengan sebenar-benarnya, atau Allah akan palingkan hati sebagian kalian atas sebagian yang lain atau sungguh akan melaknat kalian sebagaimana mereka telah dilaknat”.


Dan belum hilang dari pikiran bahwa masyarakat mempunyai peran penting di dalam melakukan tindakan preventif dan penyembuhan terhadap wabah penyakit terorisme, hanya saja tidaklah masyarakat akan mendapatkan pengaruh dan dampak yang baik kecuali apabila masyarakat tersebut menghiasi diri mereka dengan fitrah (aqidah,-pent) yang bersih dan jernih serta pemikiran Islam yang lurus, adapun jika kenyataannya yang ada dalam masyarakat itu bertabrakan dengan kondisi yang diatas, sesungguhnya seorang yang tidak mempunyai apa-paa tidaklah ia dapat memberikan sesuatu.

Ringkas pembicaarn wahai orang-orang yang mencintai kebaikan untuk orang lain bahwasanya solusi satu-satunya untuk penyakit terorisme di negeri-negeri Islam berada di tangan orang-orang yang mempunyai aqidah shahihah yang bersih dan murni di bawah naungan wahyu ilahi yang dibawa dan disampaikan oleh orang yang mau memahami maknanya dan yang baik penyampaiannya, dan sungguh para dokter mereka itu adalah waliyul amri dari kalangan ulama rabbani dan para pemimpin yang shalih kemudian masyarakat dengan segala lapisannya, kecil atau besar dalam dan luar yang tersifati dengan sifat yang disebutkan terdahulu.

Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya” [Al-Kahfi : 17]


Adapun solusi terorisme di negeri-negeri kafir, maka pijakannya kepada apa yang mereka ridhai untuk diri mereka sendiri yaitu undang-undang dasar (negeri tersebut) jika diwujudkan sesuatu untuk menolak kemudharatan maka haruslah ia mempunyai kekurangan, terutama akan bertambah parahnya penyakit terorisme di negeri mereka serta semakin meluas dan saling mewarisinya dengan terang-terangan karena mereka tidak percaya akan kebesaran Allah dan Dia yang telah menciptakan mereka dalam beberapa tingkatan kejadian.



Merupakan perkara yang amat sangat disayangkan bahwa mayoritas negeri Islam telah mengikuti jejak negeri-negeri kafir dalam penegakkan hukum undang-undang dasarnya yaitu dalam menyelesaikan berbagai macam problematikanya, yang tidak diperkenankan untuk berhukum dengan undang-undang dasar (yang dibuat oleh manusia), bahkan wajib menggunakan hukum yari’at Allah yang sempurna lagi suci ini. Diakarenakan negeri-negeri Islam itu ber-intimaa (menyandarkan dirinya) kepada Islam dan berbangga diri dengannya hanya dalam syiar-syiarnya, akan tetapi kenyataan dari pelaksanaan hukum-hukumnya dalam menyelesaikan berbagai problem meniru dan mengadopsi dari orang-orang kafir. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Wallahu Ta'ala a'lam bish-showab...

Share dipersilakan


sumber : http://www.almanhaj.or.id/
Disalin dari kitab Al-Irhab Wa Atsaruhu Alal Afrad Wal Umam, Edisi Indonesia Terorisme Dalam Tinjauan Islam, Penulis Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly, Penerjemah Hannan Hoesin Bahanan