Wednesday, April 20, 2011

Adzan dan Iqomah di Telinga Bayi

Pertanyaan :

Assalâmu’alaikum, ana mau tanya, apakah adzan dan iqomat di telinga bayi yang baru lahir itu bid’ah? Syukran. [+62881559xxxx]

Jawaban :

Wa’alaikumussalâm, sebelum kita menyimpulkan mari kita simak dua hadits di bawah ini:

[1]. Seputar Adzan Di Telinga Bayi

Dari Ubaidillah bin Abu Rafi’ dari ayahnya ia berkata:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ

Aku pernah melihat Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- mengumandangkan adzan seperti (adzan) untuk shalat di telinga Hasan bin Ali setelah dilahirkan oleh Fatimah. (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Pada mulanya Syaikh al-Albani -rahimahullah- menghukumi hasan hadits di atas. Dan ini dapat dilihat pada kitab karya beliau Irwâ` al-Ghalîl, no. 1173, dan Shahîh al-Kalim ath-Thayyib, no. 167 cetakan Maktabah al-Ma’arif.

Namun kemudian beliau melamahkan hadits tersebut pada takhrij beliau terhadap kitab Sunan at-Tirmidzi, no. 1514, Sunan Abi. Dawūd, no. 5104, Hidâyah ar-Ruwât, no. 4085, dan Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah, no. 321 cetakan terbaru. Silahkan lihat: al-I’lâm bi Âkhir Ahkâm al-Albâni al-Imâm, karya Muhammad bin Kamal Khalid as-Suyuthi, hlm. 90-91, cetakan Dâr Ibn Rajab.

Kesimpulannya, hadits di atas adalah lemah.

[2]. Seputar Adzan & Iqomah Di Telinga Bayi

Ada pula hadits yang menjelaskan tuntunan adzan dan iqomah di telinga bayi. Berikut redaksinya:

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَ أَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

Barangsiapa yang dikaruniai anak lalu ia mengumadangkan adzan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya maka bayi itu tidak akan ditimpa bahaya ……

Syaikh al-Albani -rahimahullah- berkomentar tetang hadits ini: “Sanad hadits ini lemah, Yahya Ibnul ‘Ala’ dan Marwan bin Salim adalah pemalsu hadits.” Lihat: Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah, no. 321.

Setelah kita mengetahui kelemahan dua hadits di atas, maka tentunya keduanya tidak boleh diamalkan, sebab beramal dengan dasar hadits lemah adalah tidak boleh, bahkan merupakan salah satu jenis bid’ah dalam agama.
Syaikh al-Albani Rahimahullahu ta’ala menyatakan, bahwa setiap ibadah yang tidak ada keterangan tentang tata caranya melainkan dari hadits lemah atau palsu maka itu adalah bentuk kebid’ahan. (Ahkâm al-Janâ`iz, hlm. 306, cetakan Maktabah al-Ma’arif)
Wallahu Ta’ala a’lam bish-showab.

***

Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 50 hal. 9

0 komentar:

Post a Comment

Silakan Tinggalkan komentar yang berhubungan dengan materi. terima kasih telah berbagi...