Monday, August 23, 2010

Hukum Mengajak Anak-Anak Ke Masjid

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Sebagian orang membawa anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah. Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya. Bagaimana hukumnya hal tersebut? Apa nasihat Syaikh kepada orang tua anak-anak tersebut ?

Jawaban:

Menurut hemat saya, membawa anak-anak yang akan mengganggu jama’ah shalat tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti jama’ah yang sedang menunaikan kewajiban dari Allah. Nabi Shallallahu ‘alaiahi was sallam pernah mendengar beberapa sahabat yang sedang shalat, bersuara keras dalam qiro’ah maka beliau bersabda.

Artinya: “Janganlah sebagian kalian bersuara melebihi orang lain dalam membaca ayat”

Dalam hadits lain, “Janganlah sebagian kalian mengganggu lainnya”.

Jadi, segala sesuatu yang dapat mengganggu jama’ah shalat tidak boleh dilakukan oleh siapapun. Nasihat saya kepada orang tua, sebaiknya tidak menyertakan anak-anak ke masjid, hendaklah mereka berpegang pada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sewaktu berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya sewaktu umur sepuluh tahun”.

Demikian juga saya pesan kepada pengurus masjid agar berlapang dada dan tidak menghalangi anak-anak datang ke masjid sepanjang diperbolehkan oleh syari’at. Dan tidak mengusir mereka dari tempatnya, karena siapa saja yang lebih dahulu mengambil tempat, maka dialah yang paling berhak mendapatkannya, baik anak-anak atau orang dewasa. Karena itu, mengusir anak-anak dari tempat shalat mereka mengandung unsur:

  1. Perampasan hak, karena siapapun yang mendahului orang lain dari kalangan muslimin, maka dia orang yang paling berhak meraihnya.
  2. Menyebabkan trauma pada anak untuk kembali mendatangi masjid.
  3. Akan menanamkan rasa dengki anak terhadap orang yang mengusirnya dari tempatnya semula.
  4. Anak-anak akan berkumpul menjadi satu, sehingga terjadilah permainan di antara mereka dan menyebabkan gangguan terhadap jama’ah yang sebenarnya hal itu tidak akan terjadi manakala anak-anak berbaris dalam shaf orang-orang dewasa.

Adapun pendapat yang disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa anak kecil boleh dipindahkan dari tempatnya semula sehingga berada di ujung shaf atau di shaf paling akhir, dengan dalil bahwa Nabi pernah bersabda.

Artinya: “Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”

Adalah pendapat marjuh (lemah) yang bertentangan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.

Artinya: “Barangsiapa lebih dulu mendapatkan sesuatu yang belum ada seorangpun yang mendahuluinya maka dialah orang yang paling berhak mendapatkkannya”

Dan istidlal (penggunaan dalil) mereka dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”, dalam masalah ini tidak tepat.

Karena kandungan hadits ini adalah anjuran kepada orang-orang dewasa dan berakal agar maju mendekati Nabi. Mereka adalah orang-orang yang lebih faham terhadap seluk beluk shalat daripada anak kecil. Dan lebih kuat pengetahuannya terhadap apa-apa yang dilihat atau didengar dari Nabi. Beliau tidak mengatakan: “Tidak boleh berada didekatku kecuali orang dewasa lagi berakal”.

Seandainya beliau mengucapkan kalimat seperti itu, tentu pendapat yang membolehkan pemindahan anak-anak dari barisan depan dapat diterima. Tetapi redaksi hadits ini berisi perintah bagi orang-orang dewasa dan berakal untuk mencari shaf-shaf awal agar berada di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tambahan dan kesimpulan dari Abu Yusuf:

  1. Hendaklah tidak mengajak anak yang belum mumayyiz ke masjid pada waktu sholat berjama'ah, karena akan mengganggu para jama’ah sholat yang lain.
  2. Mumayyiz adalah masa sebelum baligh, dimana anak belum bisa membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan dirinya, kira-kira usia dibawah 7 tahun, ada juga yang berpendapat usia sebelum 12 tahun karena yang menjadi tolak ukur bukan sekedar usia tapi pemahaman dan kecerdasan.
  3. Mengenalkan dan mengajarkan sholat jama’ah dapat dilakukan pada waktu selain waktu sholat berjama’ah.
  4. Bagi orang dewasa, tidak boleh mengusir anak-anak yang telah datang ke masjid atau mengusir mereka dari shaf karena dapat menimbulkan madharat yang lebih besar, yaitu menimbulkan kedengkian dan keengganan mereka kelak ke masjid atau juga menimbulkan kegaduhan lebih besar karena berkumpulnya anak-anak.
  5. Memahamkan orang tua mereka lebih di anjurkan, supaya tidak mengajak anak-anak mereka yang belum mumayyiz ke masjid ketika sholat berjama'ah.
  6. Alasan di rumah tak ada yang menjaga tak dapat diterima seandainya Ibunya bisa menjaga mereka (dengan tidak ikut berjama’ah di masjid), karena menghilangkan kemadharatan lebih di dahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan. Tambahan pula, sebaik-baik sholat bagi wanita adalah dirumah mereka secara hukum asal.
  7. Penguatan kembali untuk mencari shaf depan, terutama bagi orang dewasa dan berakal, karena keutamaannya, akan tetapi dilarang mengusir anak-anak yang telah mendahului mendapatkan shaf depan.

Wallahu Ta'ala a'lam bish-showab...

***

Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Islamiyah 2/8

Sumber: kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu

Artikel Almanhaj.or.id


0 komentar:

Post a Comment

Silakan Tinggalkan komentar yang berhubungan dengan materi. terima kasih telah berbagi...